Jumat, 12 Desember 2008

ELEGI SANG DUTA

“ Non Brenda……….” Terdengar pembokatku memanggil-manggil dari depan kamar. Sebenarnya pagi itu saya masih ngantuk banget. Rasanya kelopak mataku ngak bisa kubuka. Berat banget deh. Sepertinya ada Jin usil yang sengaja numpahin lem alteco di kelopak mataku. Tapi kalau saya diamin aja pasti nih si pembokat ngak berhenti teriak-teriak dengan suara super soniknya itu. Huh, rasanya sebel banget. “Ada apa sih Mbok kayak mahasiswi lagi orasi aja. masih ngantuk banget nih.” “ Ya illah non Brenda. Ini ada surat Non. Kata yang ngantar tadi supaya non Brenda secepatnya baca.” “Surat apaan sih mbok? Segitu pentingnya deh.” “Mana saya tahu neng. Kan mbok blom buka ini surat.” Terpaksa deh gue bangun. Masih dengan rambut landak, muka monyong sana monyong sini gue sambar juga tuh surat di tangan pembokatku. “Trims ya mbok!” sebenarnya surat itu gue pengen lempar kesudut kamar. Tapi kata-kata pembokat tadi tiba-tiba menarik perhatianku. Surat apaan sih. Kok pagi-pagi banget datangnya. Selamat anda terpilih jadi duta HIV/AIDS… Asyik ………… Saya baru ingat sekarang. Beberapa bulan yang lalu sayakan ikut seleksi sebagai duta HIV/AIDS di sebuah LSM. Wih, rasanya ngak sabaran lagi pengen pakai selempang itu dan keliling kemana-mana menyampaikan info bahaya HIV/AIDS pada semua orang. Wah,……..menunaikan tugas sekalian bisa jalan-jalan kuliner ke kota-kota lain. *** Asyik dan seru banget ternyata. Saya benar-benar menikmati peran baruku sebagai seorang duta HIV/AIDS. Setiap kali LSM itu ngadain penyuluhan pasti brenda yang dilibatkan. Apalagi kalau sasarannya anak sekolahan kayak aku. Yach, penyuluhan sebaya pasti lebih pas. Nah puncak dari tugasku adalah ikut memberikan penyuluhan akan pentingnya seks yang aman buat mereka yang beresiko tinggi terkena HIV/AIDS karena perilakunya. Wih, sebenarnya merinding juga bulu kudukku pertama kali mendengar penjelasan dari pak pimpinan. Masa sih gue harus ngejelasin ke komunitas itu gimana caranya memakai kondom yang aman. Lihat kondom aja ngak pernah. Gimana mau megangnya. Ih…..apalagi dengar-dengar dari teman-teman kalau yang namanya yang gituan lengket-lenket gitu. Jijik deh. “Brenda, Inilah yang namanya tugas dan tanggung jawab seorang duta. Kamu harus bisa.” Kata pak pimpinan terus memberiku support. Besok malam tugas berat itu harus gue emban. Malam semakin larut. Bintang dilangit masih berkedip-kedip lemah. Bisakah besok malam saya bisa tampil di depan komunitas itu? Rasa kantuk membuatku lelap dan lupa dengan ketakutan yang selalu datang menggodaku. *** Waktu bagai berlari. Dari tadi pagi tak henti-hentinya saya belajar akting dadakan didepan cermin. Bagaimana membawakan diri, bagaimana bersikap layaknya seorang duta, bagaimana berbicara yang enak didengar dan ngak bosenin, tatap mata yang tajam tapi ngak nusuk perasaan orang. Pokoknya semuanya gue pelajari secara instan dan terbatas. Ah, gue ngak tahu gimana hasilnya nanti. Apa juga instan atau gimana. Yang penting gue berusaha aja tampil maksimal. Mataku terus melirik-lirik jam di dinding. Sudah menunjuk angka 4 sore. Gimana nih? Siapkah saya malam ini beraksi bak seorang catwomen didepan mereka? Atau jangan-jangan………. “Kring….kring…kring…..” dering handpon tiba-tiba mengagetkanku. Dilayar terlihat nama salah seorang staff LSM. “Halo…. Dengan Brenda?” “iya benar sekali. Ini dengan saya sendiri. Ada apa mas Krisna?”jawabku dengan perasaan yang bercampur aduk. Keki,gugup,malu, ngak pe-de-an, semuanya bercampur seperti permen Nano-Nano. “Kamu dah terima paketnyakan? Okey pelajari yach. Sampai jumpa di lokasi penyuluhan.” Klik!!!! Duh, belum sempat bicara apa-apa mas Krisna dah matiin handponnya. Paket apaan yang dimaksud mas Krisna tadi yach. Mungkin kotak kecil yang di simpan mbok Inna di atas sofa. Bergegas saya ke ruang tamu mencari paket mungil itu. Tidak ada. Barang itu sudah ngak ada di tempatnya semula. Kemana yach?? “Mbok Inna……….” “Iya,non……” tergopoh-gopoh perempuan setengah baya itu datang menghampiriku. “Paket yang tadi di mana mbok?” Diambil ama deng Raka tuh Non. Tuh lagi main di taman depan sama anak-anak kompleks. Wih, balonnya lucu-lucu yach non. Mbok aja sempat ikut lenting-lenting-lengtingin ke udara.” “Apa?! Balon????” ada yang tidak beres. Pirasatku mengatakan ada kejadian yang maha memalukan telah terjadi diluar sana. Apa yang kulihat ternyata benar-.kondom-kondom yang mustinya jadi bahan latihanku sudah menjadi balon-balon udara yang dimainin Raka dan anak-anak kompleks. Saya tak tahu lagi. Bisakah sebentar saya tampil sebagai duta sejati? atau malah menjadi badut dadakan dikomunitas itu? Entahlah. Diluar matahari senja belum tenggelam sempurna diufuk barat.

RAINBOW’S LOVE

Hujan di luar makin deras aja. Poni kuda yang menutup sebagian jidatku yang lebar sesekali kusapu dari butir-butir air yang terpercik dari kaso jendela rumah. Mataku yang bulat indah masih terus menatap keluar jendela. Menembus kearah jalan didepan yang senja itu terlihat samar oleh kabut tipis yang nyaris kelabu. “Ugh, pasti ngak datang lagi.” Bisikku lirih. Nyaris ngak terdengar. Yach, sore itu saya menantikan seseorang yang malam minggu ini akan ngapel ke rumah. Maklum. Ini adalah pengalaman pertama mengenal pacaran setelah SIP (surat izin pacaran) resmi saya kantongi. Cinta monyet kali yach. Tapi yang pasti aku dengan Yoga tetap ngejalani hubungan secara serius meski belum kepikiran membawa hubungan ke arah yang lebih jauh (maksud gue married). Apalagi usiaku masih muda banget. Baru satu bulan lalu resmi masuk usia tujuh belas tahun. Begitu pula dengan Yoga. Uniknya lagi karena tanggal,bulan dan tahun kelahiran kami berdua persis sama. Kayak janjian gitu deh lahirnya dari perut mama kami masing-masing. “Udahlah, Carel. Hujan deras gini Yoga pasti malas datang. “ “Kan hari masih sore, Sov. Gue yakin banget kalau Yoga pasti datang malam ini. Dia dah janji pake suer-sueran segala lagi !.” “Aduh…….nona maniz. Hari gini tuh cowok pada gampang ucapin suer-suer. Mereka ngak takut lagi pakai istilah di sambar geledek lagi. Kamu ingat ngak. Lagu dangdut yang ngetop jaman bonyok kita dulu. Katanya sih gunung tinggi mereka akan daki. Lautan luas mereka akan seberangi. Eh, hujan dimalam minggu mereka malah keok.” “Tapi……….” “Udah deh, Carel. Kamu percaya deh apa kata gue. Laki-laki tuh buaya semua. Jangan terlalu percaya. Makan hati loh nanti!” “Udahlah Sovie. Jangan bikin hati saya makin resah kayak gini dong. Ngasih semangat kek. Kamunya malam bikin down aja. Huh !!!.” Tapi kalau saya pikir-pikir ada juga benarnya kata Sovie barusan. Apa benar yah yoga ngak bakalan datang malam ini. Sementara itu jam di dinding rumah terus bergerak. Jarumnya menunjuk angka 06.00. Yoga …….kapan kamu nongol. *** Benar juga kata pepatah kuno. Kalau kita lagi menunggu seseorang rasanya waktu begitu malas banget ngelakuin tugasnya. Terasa berhenti berdetak. Huh, rasanya BETE banget. Asli kesal. “Malam minggu kali ini kayaknya ngak kelabu deh.” Celutuk Sovie yang datang dengan 2 cangkir coklat yang masih ngepul. Matanya yang genit mengerling keluar dan ke aku secara bergantian. “Maksud loh???” “ya,iyyalah. Malam ini pasti gelap gulita. Kelam gitu. Hitam pekat. Maklum dilangit kan ngak bintang atau bulan. Yang aja juga cuman awan. Makanya aku bilang ngak kelabu. Tapi hitam!!” “Kirain ngeledek gue lagi deh. Saya masih ngasih waktu buat Yoga. Toleransi sampe jam sembilan malam. Kalau…….” “Kalau kenapa?” “Kalau……kalau Yoga ngak juga datang saya tak tahu mau bilang apa lagi. Entahlah. Mungkin besok-besok dia ngak bisa lagi nikmatin hangatnya bulu si ketty. Ngak bisa lagi kejar-kejaran dengan si Tonggo di taman. Pokoknya semua itu tinggal kenangan buat dia.” “Apa itu artinya dia juga ngak kunjungi kamu lagi dong. Dengan kata lain…….kalian putus?” Grrrrrrrr Pengen rasannya gue pencet tahi lalat yang nongkrong dekat batang hidung Sovie. Sudah tahu hatiku lagi gundah gulana dianya malah terus menggoda dengan pura-pura bego gitu. “Ya iyyalaaah. Tullait banget sih kamu malam ini!!.” “Heheheh sorry deh. Bukannya mau godain kamu Carel. Tapi rileks dikit kenape. Bawa santai aja deh. Dari pada rambut yang hitam itu rontok sebelum waktunya. Nah ayo kamu pilih mana?” Dongkol, kesal dan marah kutumpahkan pada Sovie malam itu. Tapi ada juga baiknya. Rasa kesalku pada Yoga sedikit teralihkan. *** Malam itu saya benar-benar hanyut dalam arus kecewa yang teramat deras. Waktu toleransi yang kusiapkan buat Yoga telah berlalu. Jendela yang sejak tadi terbuka lebar telah kututup rapat-rapat. Saya tak mau lagi terus menandangi jalan yang ada di depan rumah. Ngak peduli lagi kalau tiba-tiba Yoga muncul disana. Ngak penting dia datang membawa kejutan atau tidak. Saya dah marah. Saya terlanjut ilfill ke dia. Musik romantis yang saya siapkan sejak tadi sudah kulempar masuk tempat sampah. Bahkan Soviepun dah gue usir masuk ke kamar tidur. Malam itu saya pengen sendiri aja diruang tengah tanpa siapapun juga. Saya pengen membuang air mata yang sejak tadi ngantri pengen berderai. Duh, betapa menyakitkannnya pengalaman jatuh cinta pertama seperti ini. *** Keluar dari ruang kelas saya langsung menuju taman di belakang sekolah. Entah kenapa hari itu gue malas banget ke kantin mbok Inem. Meski saya dengar mbok inem bikin resep baru yang bisa buat lidah goyang jaipongan. Pokoknya malas banget. Tak ada Sovie sobitku yang selalu setia. Kemarin malam saya dah pesan hari senin besok tak usah dulu nempel kayak dayang-dayangku dulu. Saya pengen sendiri. Benar -benar sendiri. Saya mencoba mengingat masa-masa manis kala bersama Yoga. Duh, mengapa kau begitu tega mengecewakan saya Yoga. Namun tiba-tibA lamunanku terbang ketika sosok yang kucinta sekaligus kubenci setengah hidup tiba-tiba berdiri tegap didepanku. “Mau apa lagi,hah?!!!” suaraku bergetar menahan tangis yang siap pecah ketuban lagi. “ Biar kujelasin dulu kalau semalam………….” “Agh, udah deh. Ngak usah bahas yang itu lagi. Malas!!!” kusambar tas kecil yang ada disampingku dan bergegas pergi dari taman itu. Namun, tiba-tiba tangan Yoga yang kekar menahan tanganku. Sesaat saya berontak lalu akhirnya luluh. “Carel, Gue harap kamu mau dengar penjelasan saya ini. Habis itu terserah kau mau ngapain. Please honey.” suara Yoga yang tenang penuh wibawah bagai air Gangga menyiram kobaran api di dadaku. Okey cuman 5 detik. Kataku dalam hati meski masih menyisa rasa dongkol. “ Semalam mamaku masuk rumah sakit. Beliau harus opname sementara papaku masih dinas diluar kota. Saya ngak sempat hubungi kamu saking paniknya aku saat itu. Sampai sekarang mamaku masih koma dirumah sakit. Hari ini aja sebenarnya gue pengen izin ngak masuk sekolah. Tapi saya ingat kamu dan pengen minta maaf makanya gue bela-belain kesini. “ “ap…ap benar yang kau katakan barusan, Yoga?” sekarang kutatap mata Yoga. Dibalik sorot mata elang itu ada tangis seorang anak. Yah Tuhan. Yoga ngak bohong. Itu keseimpulan hatiku setelah sebelumnya kompromi dengan otak dan egoku. “Maafin aku yach Yoga. Aku dah salah paham pada kamu. Maafin yach” Hari itu kurasaka betapa indahnya pelangi hatiku. Kurasakan arti sebuah ketulusan sejati. Cinta yang benar-benar tulus. Pulang sekolah saya dan Yoga mampir dulu menjenguk mamanya dirumah sakit “ Mama calon mertua. Cepat sembuh yach. Ini calon menantu idamanmu datang menjenguk.” Bisik hatiku sambil terus memijit kening mama yoga.

Rabu, 26 November 2008

WELAS SI PUTRI LOTONG

Namaku Welas. Entah nama itu terkenal di seantoro sekolah karena prestasiku atau karena numpang ketenaran si welas istri bang Tigor dalam sinetron “suami-suami takut istri” itu. Tapi yang pasti emang ada dikit kemiripan antara saya dengan Welas yang rada-rada Oon itu. Yach, over PEDE gitu. Menurut gue pribadi sikapku biasa-biasa aja. Teman-teman aja tuh kayak cacing Alaska kepanasan mendengar saya berminat ikut ajang putri-putrian. “Hah…..??? serius loh, Welas. Kamu dah ambil formulis segala?, kapan? Nekad ama sih kamu!”. Mata sipit Sisie sobat kentalku membulat seperti sepasang bola pimpong. Besar, melotot, sampai-sampai saya bergidik ngeri melihatnya. “Yup” “Pamali loh. Pagi dihari Jumat kliwon dah ngawur” “Pamali gimana. Ngawurnya dimana. Buktinya ini nih….” Supaya lebih meyakinkan Sisie sengaja lembar formulir itu saya kibas-kibaskan tepat didepan bulu matanya. Percaya tak percaya Sisie mesti percaya. Bukti formulir itu dah ada ditangan seorang pemimpi. Welas Tri Sumantri. ### Parfum tumpah di ruangan maka pastilah wanginya tercium kemana-mana. Tak tahu siapa yang bocorin niatku untuk ikut ajang putri-putrian itu menyebar seperti virus flu burung yang kembali santer terdengar. Welas yang emang “welas banget” ikut ajang putri-putrian. Ada yang percaya (tapi mungkin segelitir orang) tapi lebih bejibun lagi yang ngak percaya (termasuk nih musuh and orang yang sirik pada saya pasti masuk kategori ini). “Nekad naked banget yach si Welas itu. Apa dia ngak tahu apa. Kalau ajang seperti itu yang pertama dilihat orang adalah fisiknya. Body yang tinggi semampai, kulit putih mulus, gigi mutiara, cantik. Kalau Welas…….”.selentingan yang bernada sama banyak banget yang kudengar. Yang lebih sadis lagi neh ada yang sempat kudengar berkata kayak gini, “tak usah sampai masuk nominasi. Kalau welas bisa lolos berkas saja saya siap mandi kembang tujuh hari tujuh malam.” Busyet!!!. Keki bangetkan dengarnya. Segitunya mereka mencemooh dan meragukan saya. Pengen deh rasanya gue teriak kencang-kencang pas di lubang telingah orang itu. “Wee…….emang kulitku “lotong” tapi hitam bukan berarti tidak cantik!!!”. Huh, berat juga yach. Berbuat yang sedikit beda dengan orang lain tantangan dan rintangannya begitu besar. Heboh bukan main. “Tunggu aja tanggal mainnya.” Bisikku pada mereka semua. ### Malam Grand final. Gemerlap dan kemeriahan malam itu benar-benar luar biasa. Bahkan panitia ngak menyangka penonton membludak seperti itu. Main hall yang bisa menampung seribuan orang itu kelihatan padat oleh kerumunan orang. Yang pasti heboh banget. Dengar-dengar gosip neh bahkan ajang ini dijadikan ajang taruhan orang. Entah taruhan apa. Gue ngak ambil pusing soal itu. Yang penting malam ini saya harus focus untuk juara. Titik. Diatas panggung, mataku sesekali melirik kontenstan lain. Wih…….mereka cantik-cantik dan seksi banget. Tentu saja kulit mereka putih-putih bak batu pualam. Paling banter kuning langsat. Saya doang aja yang kulitnya coklat nyaris gelap. Tapi hati kecilku selalu berbisik lirih, “welas yang cantik, Jangan minder. Kulit kamu eksotik loh”. Emang benar. Apalagi saya dengar Agnes Monica sampai bela-belain cari salon diluar negeri yang bisa membuat kulitnya gelap. Luna Maya juga bilang gitu. “Nah inilah parade kontestan 10 besar malam ini. Sambutlah…….” Terdengar MC mulai menyebut nama-nama yang beruntung masuk sepuluh besar malam itu. Setiap nama yang disebut disambut sorak oleh penggemar di lantai penonton. Deg-degan sayapun menanti kapan nama saya disebut. Duh,…..dah hampir nomor buncit nama saya belum disebut juga. Pasrah dan dikit kecewa. Kalau emang ngak masuk 10 besar ngak apalah. Saya juga dah lolos seleksi berkas kok. Itu artinya ada orang yang siap-siap mandi kembang tujuh hari tujuh malam. “Welas Tri Sumantri…….” Kaget dan ngak percaya. Ternyata nama saya disebut pas di urutan kesepuluh. Rasa percaya diriku kembali gede seperti gunung bawakaraeng. Dengan percaya diri sayapun melenggak-lenggok mau kedepan. Malam itu benar-benar fantastis dan mimpi bagi seorang Welas. Ngak nyangka saya bisa masuk tiga besar malam itu. Bahkan nih sebenarnya saya yakin banget bisa merebut juara satu. Cuman ,….saya yakin ada sedikit permainan. Ternyata masih ada juga orang yang ngak begitu percaya bahwa kulit gelap adalah cantik juga.

Rabu, 30 Juli 2008

KEKALUTAN HATI WANDA

KEKALUTAN HATI WANDA

Sore itu, kusaksikan kembali Rico yang hanya menatap kosong ke tengah laut. Debur ombak pantai yang berpasir putih ternyata tak cukup mampu memikat gairah remajanya. Ceria, berlarian di hamparan pasir, atau menggoda keong-keong yang kebetulan nyasar di atas pantai.semua kebiasaan gokil itu tak dilakukannya kini. Yach , Rico Mocacino. Nama yang se unik orangnya. Selalu ngangenin, ngak bosanin seperti kegilaanku pada minuman mocacino.

“Rico, kenapa kau diam saja? ada apa?ngomong dong. Sariawan yach” Kucoba memecah kesunyian yang tiba-tiba nongol diantara kami dengan canda ringan. Sekilas, mata elangnya hanya menatap sesaat lalu kembali asyik dalam lamunannya.sepertinya dia ngak sadar kalau disampingnya duduk seorang gadis cantik laksana bidadari yang habis mandi disungai. Percik-percik air sesekali membasah di wajahnya. Membasah diwajahku. Membasah rumah-rumahan kecil yang ada dibibir pantai. Setiap batu-batu kecil di tangannya di sentil dengan kuat.

“Kau ngak bakal mengerti, Wanda.” Jawabnya sengau. Nyaris tak terdengar (mirip iklan produk otomotif) andai antena telingahku ngak kupasang baik-baik.

“Gimana aku bisa mengerti. Kamu ngomong aja ngak.”

“Gue rasa ngak perlu. Lagian ngak ada urusannya ama kamu.”

“Ada Ric. Kita teman, kita sahabat. Kalau Cuma bahagianya aja yang kau bagi itu namanya ngak adil. Sesekali kau juga perlu membagi kekalutan itu dong.” Jawabku kembali lirih. Dikit berdiplomasi.. Aku takut setiap depa kataku membuatnya tersinggung. Emang susah susah ngomong dengan cowok yang sok cool kayak gini. Padahal aslinya hot banget.

Kulihat cowok yang tinggi 170 cm itu menarik nafas berat. Hembusan nafasnya terasa hangat diwajahku. Aroma mint dari permen yang tadi kusodorkan tercium sampai ke lubang hidungku. Wangi dan hangat. Membuat bulu-bulu hidungku merinding dan nyaris rontok. Saya heran. Entah mengapa tiba-tiba rasa aneh itu kembali muncul di hatiku. Tak sekedar perasaan kepada teman. Tak sekedar getar biola tak berdawai. Apakah ini namanya cinta yang berawal dari persahabatan? inikah cinta yang selama ini tak ingin kuselami? Apakah panah cinta dewa cukup nyasar pada kami?. Yach, saya dah berjanji pada diriku. Tak akan mengenal rasa cinta sebelum semua teman-teman se gank ku yang lain merasakan pahitnya diputusin oleh pacarnya. Ah , ngak mungkin. Ngak mungkin banget aku bisa serapuh ini.saya belum percaya ini namanya cinta pada pandangan pertama.

“Wanda, aku bimbang antara menerima cinta Laura atau tidak.” Penuturan Rico itu sontak membuatku kaget. Mata bulatku membelalak. Mulutku menganga. Rambutku berdiri tegang. Nasaku sesaat hilang. Dan darahku berhenti mengalir untuk sesaat. Sungguh, Espresi yang tak bisa kusembunyikan meski di skull aku dijuluki “miss acting”. Betapa tidak. Laura adalah adik sepupuku. Dia sepupu jauh sih. Mamanya papanya neneknya bersaudara dengan papanya mamanya nenekku Dia skull di sekolah yang beda dengan aku. Dia kenal Rico karena jasaku sebagai mak comlang. Dan jujur aja akulah yang paling semangat menjodoh-jodohkan Rico dan Laura waktu itu. Ngak kalah semangat dengan program kontak jodoh yang ada di TV swasta itu. Sampai akhirnya cinta itu benar-benar tumbuh di hati Laura. Entah kalau rasa serupa juga tumbuh di hati rico. Itu artinya…..ah, saya ngak bisa membayangkan semua itu. Saya belum mau mati muda. Gue belum nikah. Gue masih terlalu muda untuk mati. Betapa banyak cowok-cowok yang akan jadi bujangan tua kalau aku berlalu begitu cepat (bukankah perbandingan cewek dengan cowok 5:1). Apalagi mati karena cinta. Bukan gue banget.

“Kenapa bimbang? apa Laura kurang cantik?.” Pancingku sedikit was-was. Aku harus akui kalau sepupu jauhku itu memang cantik. Dia ngak kalah cantik dengan Dayana mendosa. Miss universe 2008 yang baru aja merebut mahkota kontes kecantikan sedunia itu. Dan saya harus jantan mengakui andai waktu pemilihan putri Indonesia kemarin usia Laura dah masuk 17 tahun maka bukan putri raemawasti yang mewakili Indonesia. Tetapi Laura. Yach, Laura.sepupuku yang cantik itu.

“Ngak kok. Bahkan aku harus akui kecantikan Laura benar-benar nyaris sempurna. Tapi hatiku telah tercuri oleh sosok yang lain.” Jawabnya mantap.

Entahlah. Perasaanku campur aduk. Serba salah. Hati Rico kepincut benaran aja ama Laura telah membuatku kesal. Terlebih sekarang. Ada nama lain yang bercokol dihati cowok tampan itu. Siapa wanita yang dia maksud? lebih cantik dari Laurakah? Bukankah Rico sendiri bilang kalau kecantikan Laura nyaris sempurna?. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di alam imajiku. Semua cewek di sekolah yang kucurigai ada hati ama Rico tak ada yang memenuhi kategori. Lalu siapa? Apakah Rico punya cewek lain diluar sana? Maksud saya diluar daerah atau diluar negeri sekalipun. Yang pasti bukan diluar angkasa. Itu mah Alien namanya. Kalau memang iya, kenapa Rico ngak pernah cerita ama aku. Aku kenal Rico dah cukup lama.aku kenbal dia luar dalam. Atas bawah. Depan belakang.bukan berarti aku tukang intip saat dia mandi. Ngak seperti itu. Yang pasti Pastilah dia akan selalu cerita padaku setiap dia punya cerita. Tapi kali ini tidak.

Lama kami tenggelam dalam dunia angan masing-masing. Waktu terus berlari. Sunset di pantai memancarkan sinar tembaganya memantul indah di atas air yang beriak. Segera kami pulang tanpa pernah bicara lagi. Sore itu kecamuk batinku terus bergolak laksana ombak yang terus memecah pantai.

Siapa wanita itu?

Dari mana asalnya?

Suku apa dia?

Sehebat apa “baca-bacanya”?

Apakah ini pertanda aku punya saingan baru?

Ohhhh.

Sabtu, 07 Juni 2008

DIARY MONA

1 april 2008 Hari itu kita bersama pulang sekolah. Ditengah terik matahari tiga gadis imut berjalan dengan riangnya. Kita berempat begitu kompak, begitu akrab dan sungguh suatu persahabatan yang indah n manyuss. Tak jarang kita bercanda dikit berlebih. Sampai-sampai daeng becakpun menjadi bahan gombalan kita. Hari itu, rasanya aku pengen terus rasakan sampai kapanpun juga. 7 april 2008 Kita ngumpul "dimarkas". Biasa diwarung gorengan daeng Caya. Kita mulai curhat-curhatan. Nindi dengan pacarnya, Mona dengan sikap mamanya yang super kolot, kamu dengan cita-citamu setelah lulus nanti dan aku……. Aku hanya diam. Jadi pendengar, jadi penggembira meski setumpuk masalah di dalam kepalaku. Bukan aku tak mau curhat ama kalian. Bukan aku tak percaya pada kalian. Tapi bagiku, cukup rahasia ini aku yang tahu dan waktu yang akan menceritakannya kelak. 25 april 2008 Hari itu kita pulang skull lebih awal. Mata pelajaran terakhir tidak masuk. Katanya sih ada rapat guru. Kebetulan kita berempat punya hobby yang sama. Chating dan browsing. Kita sepakat kesalah satu warnet di lampu merah Alauddin. Di flask disk kita kita masing-masing telah ada tulisan yang akan kita ikutkan dalam lomba bulis blog " untukmu guruku" yang diadain oleh Telkom. Kita berempat begitu semangat. Apalagi iming-iming hadiahnya sungguh menggiurkan kita. Kapan lagi kita bisa jalan-jalan ke jawa bareng guru yang kita ceritain kalau bukan sekarang. Itu kalau kita menang loh. Ada-ada aja. Saking semangatnya kita kadang lakuin hal-hal konyol. Ingat ngak ketika Mona dengan pedenya nyelonong masuk kemeja pojok. Heheh……. Ternyata disana ada Dede yang selama ini ngefans abis ama dia. Tahukan gimana sewotnya dia kala itu. 30 april 2008 Malam itu kita berempat nginap di rumahku. Biasalah. Gadis-gadis ABG kayak kita. Libur adalah moment yang paling ditunggu. Kita pesta gapurung sambil terus menghayal kira-kira tulisan siapa yang bakal menang. Kita saling memuji satu sama lain. Kritik, saran dan masukan layaknya kita ini salah seorang dari panitia itu. Lalu tiba-tiba hapeku berdering. Rupanya ada pesan masuk. Berempat, kita buka kotak pesan masuk. Disana, ada nama salah seorang panitia lomba blog. Penasaran kita buka, " selamat. Anda masuk 7 besar" demikian pesan yang tertulis. Aku senang banget. Ternyata diantara 400an peserta aku masuk 10 besar. Deg-degan kalianpun menunggu pemberitahuan yang sama. Detik berlalu. Menit kabur. Jampun lewat. Sampai tengah malam sms yang kalian tunggu ngak masuk-masuk juga. Ngak sabar akhirnya kalian sms panitia dan mempertayakan gimana kabar tulisan kalian. Heheh…… malam itu terpaksa kalian bobo sambil kecewa. Tulisan kalian ngak nongol masuk 10 besar sepertiku. 2 mei 2008 Jam 2 siang kita sama-sama ke PTC. Tempat dimana acara lomba nulis blog akan ditutup. Sampai disana ternyata telah ramai oleh guru-guru dan siswa yang jadi peserta seperti kita. Kita pilih duduk ditengah-tengah ruangan. Karena acara belum dimulai seperti biasa kalian bertiga kembali gentayangan. Nindi dengan gandengan barunya, Mona dengan seorang browies, dan kamu dengan seorang guru muda. Aku seperti biasa hanya sendiri lagi. Memang gue ngak seagresif kalian. Tapi rupanya dewa cupit nyasar juga sama gue. Disampingku duduk seorang cowok yang keren abis, body jadi, kulit bersih dan semua hal yang kita patok. Mulanya aku masih malu-malu kucing gitu. Lama-lama akhirnya kami berdua akrab. Aku tahu pandangan mata kalian mulai sirik melihat aku. Hehehe. Namanya Anugrah. Dia skull di SMK dikota makassar juga. Hari itu betul-betul berkesan abis. 6 mei 2008 Hari ini kupaksakan diriku menggores kata di buku diary ini. Sangat berat sahabatku. Tapi hasrat itu mendorongku lebih kuat untuk tetap menulis meski fisik ini makin payah. Hari ini aku ingin mengatakan sesuatu kepada kalian bertiga. Ingat ngak dengan seorang cowok yang ada diacara itu? Namanya Anugrah. Rupanya pertemuan singkat itu membuat kami jatuh cinta. Bahkan dia menyatakan cintanya padaku. Tapi aku ngak kasih jawaban yang pasti. Aku gantung dia. Aku punya alasan mengapa seperti itu. Umurku tak panjang lagi sobat. Tinggal hitungan hari tumor di otak ini akan mengantarku ke alam kekekalan. Sahabat…….selama ini rahasia ini aku rahasiakan dari kalian. Aku ingin biar diary ini yang bicara. Tolong sampaikan salamku pada anugrah. 7 mei 2008 /##@##$$@@ 10 mei 2008 #@!%$^^&$#

Jumat, 06 Juni 2008

Nining si gadis tionhoa

“Nining…..”.

Aku tersentak dari tidurku. Keningku basah oleh keringat yang terus mengalir. Detak jantungku masih dag-dig-dug seperti gempa tsunami yang pernah menimpa Aceh. Rupanya saya mimpi buruk lagi. Aku tak tahu. Apa makna mimpiku barusan. Saya yakin zodiak, kartu tarot dan penerawangan mama lorenz tak bisa mengartikan mimpiku itu. Dalam mimpi itu saya kembali melihat gadis tionhoa. Dan anehnya dia selalu datang dalam mimpiku. Berulang-ulang dengan alur cerita yang bersambung. Mirip banget dengan sinetron berseri.

Kunyalakan kipas yang ada didalam kamar berharap rasa gerahku bisa berkurang. Sebagai teman duduk, kuseduh secangkir kopi susu hangat. Ah,……..pikiranku belum bisa lepas dari bayang-bayang mimpi itu. Siapa Nining? Dalam kehidupan nyata saya ngak pernah bertemu dengan sosok itu. Anehnya, dalam mimpi itu kami begitu dekat. Seperti sepasang perangko dan amplopnya gitu. Lengket banget.

“Kring…..kring…….”

suara hape membuyarkan lamunanku. Kulirik layer hape ternyata adan nama Cimot disana lagi memanggil. “ ada apa pula dengan preman kacangan itu nelpon gue malam-malam?” gumanku kesal. Sobatku yang satu ini memang tahunya hanya bikin pusing tujuh keliling saja. Tak kenal waktu, tak kenal sikon kalau penyakitnya kumat pasti nelpon keaku.

“Halo…….”

“Halo, Justine. Tumben loh belum tidur?” jawab suara diseberang sana. Suara musik rock yang teramat keras makin membuktikan siapa dia. Manusia erro masa kini!!

“Gimana gue bisa tidur. Dering hapeku seperti suara pesawat adam air yang lagi jatuh. Ada apa loh nelpon gue malam-malam gini? Menganggu tahu!!” jawabku gusar dengan espresi maksimal. Seakan-akan memarahi cimot yang ada didepanku.

“Iseng aja,Bro. Ngak bisa tidur nih”

“Salah kamu sendiri. Btw, gue pengen cerita nih. Mimpi tu datang lagi”

“soal Nining lagi?” volume suara Cimot terdengar menciut dikupingku. Rupanya cerita soal mimpi bersambungku membuatnya sangat penasaran.

“ya iyyalah. Masa ya iyya dong!!. Tapi cerita lengkapnya besok saja lah. Ngantuk nih!” buru-buru kumatikan hapeku. Entah jam berapa baru mataku bisa kembali terpejam rapat. Akankah nining kembali datang dama mimpiku?…….

****

Mata kami berdua terpaku menatap rumah megah yang ada didepan mata. Besar, luas dengan gaya masa kini. Suasana rumah tampak sepi. Hanya ada mobil mewah yang lagi tidur digarasi. Rumah ini pas seperti alamat yang diberikan nining dalam mimpiku itu. Sedikit ragu juga sih. Apalagi kalau aku ingat itu Cuma dalam mimpi doing.

“Cari siapa yach?” tegur seorang ibu muda yang tiba-tiba ada didekat kami berdua. Dengan jantung yang masih gemetar kujawab pertanyaan itu” maaf, apa benar ini rumah keluarga nining?”

“Iya.benar. saya ibundanya nining. Yuk, ngobrolnya dilanjutin didalam aja. Ngak enak ngobrol di jalan” ibu muda yang rupanya mama nining itu mengajak kami masuk. Wah, ternyata interior di dalam lebih mewah lagi. Sayang, suasananya sepi banget. Ngak semeriah kamar kostku. Heheheh. Obrolan kami terus berlanjut. Tanya ini Tanya itu dan terlebih bagaimana kami bisa kenal dengan anaknya.nining. “kalau boleh tahu niningnya kemana tante? Kok sore gini dianya belum ada dirumah?” tanyaku kemudian. Kulihat perubahan mimic diwajah ibu nining. Disana menggelantung mendung kelabu. Duka!!

“ Hari ini 40 hari nining telah meninggalkan kami” jawabnya terdengar parau. Jawaban itu tentu saja membuat kami berdua terlonjak kaget. Ngak mungkin.pikirku sambil menatap heran pada cimot yang mulutnya lagi full kapasity.

“Tunggu dulu yach dik. Sesuai dengan pesan terakhir nining, amplop yang dia berikan boleh kami buka setelah 40 hari kepergiannya” mama nining bergegas masuk kedalam kamar. Tak lama ibu muda itu kembali duduk bersama kami dengan selembar amplop ditangannya. “coba kita buka bersama. Apa isinya” dengan seribu tanda Tanya amplot itu kami buka. Dan isi didalamnya membuat kami kembali terkaget-kaget. Terlebih aku. Di dalam amplot itu ada tiga lembar fotoku. Perasaan saya tak pernah memberikan foto pada siapapun. Terlebih nining si gadis mimpiku itu. Tapi kok????……..

“ itu foto yang aku save di frendster aku tante. Rupanya frends misterius yang pernah menyapaku di dunia maya itu adalah nining”

Sore itu, kami menyimak cerita mama nining. Rupanya nining sempat dirawat beberapa hari dirumah sakit sebelum kanker darah merenggut nyawanya. Nining si putri tunggal itu telah pergi. Pergi untuk selamanya. Ah,……. Entah mengapa aku merasa begitu dekat dengan ninig. Seakan-akan dia duduk bersama kami disini. Apakah nining cinta pertamaku???